Senin, 14 Maret 2011

Nilai Bahasa Indonesia Kelas VII Ulangan Tengah Semester Genap 2010/2011

VII A
7101 75 - 7102 55 - 7103 45 - 7104 86,5 - 7105 61 - 7106 59,5 - 7107 62 - 7108 28,5 - 7109 65 - 7110 62,5 - 7111 41 - 7112 82 - 7113 75,5 - 7114 62,5 - 7115 42,5 - 7116 31,5 - 7117 73,5 - 7118 82 - 7119 52,5 - 7120 63 - 7121 48 - 7122 62,5 - 7123 72,5 - 7124 62 - 7125 61,5 - 7126 75,5 - 7127 73,5 - 7128 64 - 7129 89 - 7130 56 - 7131 42,5 - 7132 46 - 7133 69,5 - 7134 78 - 7135 79 - 7136 77,5 - 7137 48 - 7138 48,5

VII B
7201 44,5 - 7202 51,5 - 7203 82 - 7204 42,5 - 7205 68 - 7206 47,5 - 7207 52,5 - 7208 41,5 - 7209 84,5 - 7210 53 - 7211 73 - 7212 54,5 - 7213 55,5 - 7214 35 - 7215 87,5 - 7216 61 - 7217 77 - 7218 49,5 - 7219 45,5 - 7220 66,5 - 7221 49,5 - 7222 68,5 - 7223 61 - 7224 88 - 7225 62,5 - 7226 72 - 7227 65,5 - 7228 74 - 7229 55,5 - 7230 56,5 - 7231 78 - 7232 45 - 7233 57,5 7234 70 - 7235 70 - 7236 75 7237 68,5 - 7238 48

VII C
7301 58 - 7302 57 - 7303 41 - 7304 46,5 - 7305 88 - 7306 75,5 - 7307 30 - 7308 45 - 7309 55 - 7310 76,5 - 7311 30 - 7312 70 - 7313 72,5 - 7314 53,5 - 7315 76,5 - 7316 69,5 - 7317 60,5 - 7318 81 - 7319 57,5 - 7320 78,5 - 7321 57 - 7322 87,5 - 7323 44,5 - 7324 58,5 - 7325 62,5 - 7326 40 - 7327 53,5 - 7328 33 - 7329 74 - 7330 64,5 - 7331 63 - 7332 63,5 - 7333 79 - 7334 46,5 - 7335 51,5 - 7336 59,5 - 7337 74,5 - 7338 64

VII D
7401 42 - 7402 40 - 7403 48 - 7404 84,5 - 7405 39 - 7406 56 - 7407 72 - 7408 60,5 - 7409 43,5 - 7410 51 - 7411 57 - 7412 43 - 7413 30,5 - 7414 61 - 7415 51,5 - 7416 56 - 7417 52 -7418 56,5 - 7419 41 - 7420 65,5 - 7421 43 - 7422 40,5 - 7423 54 - 7424 43,5 - 7425 75,5 - 7426 57 - 7426 57 - 7427 58,5 - 7428 81 - 7429 64,5 - 7430 64,5 - 7431 61 - 7432 30 - 7433 57,5 - 7434 ? - 7435 62 - 7436 51 - 7437 79

VII E
7501 71,5 - 7502 69,5 - 7503 39,5 - 7504 69 - 7505 36,5 - 7506 61 - 7507 71,5 - 7508 69,5 - 7509 76,5 - 7510 50,5 - 7511 55 -7512 73,5 - 7513 49,5 - 7514 80 - 7515 45,5 - 7516 67,5 - 7517 65,5 - 7518 66 - 7519 40 - 7520 56,5 - 7521 84,5 - 7522 85 - 7523 31,5 - 7524 82,5 - 7525 44 - 7526 71 - 7527 45,5 - 7528 44,5 - 7529 54,5 - 7530 52,5 - 7531 84,5 - 7532 70,5 - 7533 53 - 7534 37 - 7535 55 - 7536 54 - 7537 45,5 - 7538 57

Senin, 07 Maret 2011

Tugas Terstruktur: Relevansi Isi Dongeng dengan Kehidupan Sekarang

Sifat Tugas: Wajib
Pelaksana Tugas: Siswa SMP Waringin kelas VII Tahun Pembelajaran 2010/2011
Waktu Pengumpulan: 15 s.d. 22 Maret 2011 (Kelas 7A, 7B, dan 7E), 11 s.d. 17 April 2011 (Kelas 7C dan 7D)

Butir Tugas:
1. Bacalah dongeng yang disediakan di bawah ini!
2. Jawablah pertanyaan-pertanyaan yang disediakan di Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas VII SMP Waringin berdasarkan dongeng tersebut! (jawaban berbentuk karangan bebas: contoh ada di modul hlm. 66-67)

Cerita Dongeng:

Budak Buncir Situ Sanghiang
oleh: Idham Hamdani

Situ Sanghiang adalah nama sebuah danau di Desa Cibalanarik dan Desa Cilolohan, Kecamatan Tanjungjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Dulunya danau ini adalah sebuah lembah yang merupakan sebuah pusat kerajaan. Kerajaan tersebut bernama erajaan Sanghiang. Kerajaan ini sebenarnya cukup kaya, namun sayang raja yang memerintah kurang peduli kepada rakyatnya. Dia lebih senang mengadakan pesta-pesta dengan para bangsawan daripada memperhatikan kehidupan rakyatnya.
Suatu hari Raja Sanghiang kembali mengadakan pesta bersama para bangsawan. Karena pesta hanya diperuntukan bagi bangsawan dan pejabat maka tidak sembarang orang bisa masuk. Bahkan seorang pengawal pun hanya diperbolehkan masuk satu langkah jaraknya dari gerbang tempat pesta.
Ketika pesta berlangsung tiba-tiba datang seorang anak kurus dengan perut buncit mendekati tempat pesta itu. Anak gundul yang hanya bercelana cawat ini berbicara kepada pengawal di luar gerbang.
"Mang, minta makanan! Saya lapar, Mang!" kata anak itu sambil menyusut ingus dengan tangannya.
"Di sini tidak ada makanan. Pergi sana!" jawab pengawal kasar.
"Tapi itu saya lihat banyak makanan di dalam. Orang-orang pada makan," tukas si anak.
"Itu makanan untuk para bangsawan. Makanya kamu cepat pergi! Kamu kotor dan bau, bisa-bisa mengurangi selera makan mereka."
Si anak yang sering dipanggil Budak Buncir itu ngeloyor pergi. Tetapi dia tidak pergi ke tempat lain melainkan menyelinap ke tenda masak.
"Nek, saya lapar. Bolehkah saya minta makan?" tanya Budak Buncir kepada seorang nenek yang sedang memasak.
Nenek itu kebingungan. Dia tahu makanan yang ada di situ hanya untuk bangsawan. Pelanggaran berat kalau memberikan makanan kepada sembarang orang. Tetapi melihat Budak Buncir ia terkenang cucunya yang telah tiada. Ia tidak kuasa melihat anak kecil itu kelaparan. Si nenek pun akhirnya memberikan sedikit makanan kepada Budak buncir.
Sayang, Budak Buncir hanya sempat memegang makanan itu dan tidak sempat menikmati secuwil pun. Tiba-tiba, brak! Seorang pengawal menggebrak meja di dapur. Dia memaki si nenek yang telah memberikan makanan kepada Budak Buncir. Nenek itu gemetar ketakutan karena sudah membayangkan hukuman apa yang akan ia dapatkan. Puas memaki si nenek pengawal itu hendak menangkap Budak Buncir. Tetapi ternyata Budak Buncir sudah hilang entah kemana.
Tidak lama kemudian terjadi kegegeran di tengah-tengah pesta di taman. Para wanita bangsawan menjerit jijik dan para prianya berteriak marah. Seorang anak buncit-kurus-gundul-kotor tiba-tiba berdiri tidak jauh dari raja sambil bermain-main dengan sebatang lidi. Melihat ini Raja Sanghiang sangat marah.
"Mengapa anak kotor ini bisa masuk ke sini? Usir dia dari sini! Pergi kau anak kotor!" teriak raja dengan marahnya.
"Hai, Raja yang sombong, kau tidak usah mengusirku! Aku akan pergi dari tempat ini dengan satu syarat," kata Budak Buncir sambil menancapkan lidinya di tanah.
"Kalau ada yang sanggup mencabut lidi ini, aku akan pergi tanpa diminta," teriaknya lagi.
Seorang panglima yang hadir di situ maju dengan wajah merah padam. Dia merasa marah karena merasa dipermainkan anak kecil itu. Dengan kasar dia bermaksud mencabut lidi yang menancap dan akan memukulkannya pada si anak. Tetapi ternyata yang terjadi di luar dugaannya. Lidi itu sama sekali tidak bisa dicabut. Bahkan ketika mencoba mencabut dengan kedua tangan, malah kelihatannya lidi semakin dalam tertancap ke tanah.
Para bangsawan terheran-heran. Beberapa diantaranya mulai maju ingin mencoba. Satu orang membantu menarik, lidi semakin dalam. Dua orang, semakin dalam lagi. Tiga orang, lalu sampai enam orang yang menarik, lidi semakin dalam. Bahkan kemudian keenam orang itu berteriak-teriak panik karena mereka tidak dapat melepaskan pegangan tangannya pada lidi. Sementara lidi semakin dalam masuk ke dalam tanah. Di sekeliling lidi tanahnya mulai basah oleh rembesan air yang muncul. Semakin lama-semakin meluas. Orang-orang-orang yang memegang lidi sambil berteriak-teriak ketakutan mulai ikut amblas ke dalam tanah yang sudah basah itu.
Suasana semakin mengerikan orang-orang panik dan bingung. Mereka tidak tahu harus berbuat apa ketika perlahan-lahan keenam orang itu tenggelam ke dalam tanah. Kemudian dari bekas tenggelamnya keenam orang itu mancur air yang sangat deras. Semakin banyak dan semakin banyak hingga akhirnya menjadi air bah.
Orang-orang yang panik dan kalut simpang siur menyelamatkan diri. Karena paniknya mereka malah banyak yang celaka: terjatuh, terinjak-injak, dan sebagainya. Akhirnya semua tenggelam dalam terjangan air bah. Hanya raja yang masih berpikir jernih. Dia berlari ke tempat-tempat yang lebih tinggi. Tetapi air bah seperti bermata dia terus memburu raja ke bukit mana pun dia berlari.
Air terus bergejolak, sementara raja terus mengerahkan kesaktiannya berlari dari satu bukit ke bukit yang lain. Akhirnya dengan kesaktiannya raja berhasil selamat dari terjangan air. Sayang, dia tidak selamat dari terjangan kelelahan yang sangat. Di bukit terakhir raja terkapar tak bernyawa karena kelelahan.
Ketika air perlahan-lahan tenang, tampaklah di tengah-tengah air itu sebuah lesung terapung. Di atasnya duduk nenek yang siang itu memberikan makan pada Budak Buncir. Dengan alu dia mendayung lesung itu menjadi perahu. Akhirnya dia sampai di bukit tempat raja mati. Si nenek akhirnya menguburkan rajanya di situ. Kemudian melangsungkan sisa hidupnya di bukit itu.
Air yang menenggelamkan kerajaan itu pun kemudian dikenal sebagai Situ sanghiang. Bentuk danau itu unik karena berliku-liku, kalau dilihat dari atas bentuknya seperti kuda yang sedang berlari. Konon katanya itu karena air bergerak mengejar-ngejar raja. Di salah satu titik di danau itu terdapat dangkalan berupa lumpur. Lumpur yang disebut embel itu ternyata sangat dalam. Bahkan satu pohon bambu pun tenggelam di lumpur tersebut. Konon lagi, itu adalah sumber air tempat enam orang penarik lidi tenggelam. Keenam orang itu berubah menjadi ikan-ikan besar berwarna-warni yang menjaga danau. Konon lagi-lagi, iringan ikan ini suka terlihat oleh orang yang sempat tenggelam. Di salah satu bukit di pinggir danau terdapat sebuah kuburan yang dipercayai sebagai kuburan raja.***